Sunday, December 16, 2007

More Beautiful Place in Lombok Island

Tempat - tempat menarik di Lombok

Pesisir Pantai Barat dan Pantai Senggigi

Pantai senggigi yang panjangnya 30 Km, yang terletak di sebelah utara kota ampenan, oleh karena lokasinya yang dekat dengan pelabuhan udara dan pelabuhan laut, senggigi merupakan pusat daerah wisata pantai dengan kemewahan hotel bintang, restoran, dan tempat - tempat hiburan yang menarik.
Semakin ke utara, pemandangan mulai berubah pantainya menjadi semakin putih dan jejeran pohon kelapa yang menghiasi sepanjang pantai, di sana sini terlihat hotel berbintang maupun butik. Sedangkan dari pantai senggigi sejauh mata memandang kita dapat melihat bali, suatu yang special di pandai senggigi adalah keindahan matahari terbenamnya.
Pantai senggigi dengan karang lautnya merupakan tempat tinggal beraneka ragam kehidupan laut dan karangnya yang idah sangat cocok untuk olah raga air.
Pantai Selatan
Pantai selatan, yang juga disebut dengan pantai KUTA adalah pantai yang tidah tertandingi keindahannya di dunia. Dan tujuh kilo meter ke arah timur kuta adalah Tanjung A'an, pantai dengan pasirnya yang putih dan airnya yan gjernih, nyaman dan aman untuk berenang dan mandi matahi dengan pendangan alamnya yang sangat menakjubkan.
Melewati pantai Tanjung A'an adalah Gerupuk, pantai yang terkenal untuk olah raga selancar air.Di sebelah barat kuta adalah pantai Mawun yang panjangnya 12 kilo meter, pantai ini sangat indah dan cocok untuk selancar air. Melewati pantai Mawun adalah Pantai Mawi, pantai ini juga di kenal sebagai tempat olah raga berselancar Air.
Olah raga menyelam dan Pemandangan bawah Air
Di sebelah utara Pulau Lombok terdapat 3 gili yaitu Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan. Ketiga Gili ini sangat terkenal dengan pemandangan bawah laut dengan karang birunya yang indah dan ikan beranekan ragam. Dengan jenis ikan yang beraneka ragam serta keindahan karangnya, ketiga Gili tersebut dapat menyaingi Great barier Reef yang ada di Australia.
Senaru
Senaru, adalah salah satu desa yang berada di lereng Gunung Rinjani. Dengan udara gunung yang dingin membuat banyak wisatawan yang berkunjung untuk menikmati pemandangannya terutama, sistem persawahan bersusunnya, Air Terjun sendang gila dan Tiu Kelep ( menurut orang setempat, jikalau anda mandi sekali di air Terjun Tiu Kelep maka anda akan Merasa satu tahun lebih muda ). Di samping itu ada juga Masjid Tua Bayan Beleq yang di bangun oleh kyai pengikut agama Islam yang pertama memasuki Pulau lombok
Sembalun, Lombok utara dan sekitrarnya
Dengan ketinggian 1.200m di atas permukaan Air laut, sembalu adalah bukit tertinggi di indonesia bagian timur. Dinding kawahnya yang curam, lahar yan gkeluar dari perut gunung, dinding kawah dan puncak yang tertinggi ( Gunung Rinjani, 3.726m merupakan gunung tertinggi nomer 3 di indonesia ) serta daratan ladang sayuran dan buah - buahan yang subur, membuat pemandangan di Sembalun sangat indah sekali. Penduduknya dengan tulang pipi yang tajam, kulit yang kemerahan karena terpaan angin dingin, seperti kebanyakan penduduk yang tinggal didaerah pegunungan. Pada malam hari temperatur di daerah ini bisa mencapai 12 derajat celcius.
Tete Batu
Tete Batu, adalah dataran tinggi lainnya dengan pemandangan Gunung Rinjani, menyediakan tempat untuk bersantai dan jalan jalan di desa. Merupakan desa yang terpencil atau hutan tropis yan gdi hunu kera. Terdapat juga sungai kecil yang mengalir dari air terjun. Beberapa penginapan terdapat di tengah - tengah sawah menjanjikan akomodasi yang nyaman.
Taman Mayura, monument Religius dan Peninggalan sejarah.
Taman Mayura di bangun tahun 1744 oleh raja Lombok Anak Agung ngurah Karang Asem. Di tengah tengah taman terdapat kolam dimana terdapat bangunan yan gdi sebut Bale Kambang. Bangunan ini di gunakan untuk pertemuan pertemuan penting semacamnya. Pengaruh kebudayaan Hindu dan Muslaim dapat dilihat dari arsitek bangunannya dan jenis patung patung yang menghiasi taman tersebut.
Batu Bolong
Pura ini terletak di atas batu yang menjorok ke laut, terletak 3 km dari senggigi. Pura ini menarik untuk di kunjungi pada saat umat Hindu melakukan pemujaan, yang biasanyan di lakukan saat matahari terbenam, dimana Gunung Agung yang berada di Bali terlihat jelas dari kejauhan.

Suranadi
Terletak di sebelah timur Narmada, dan merupakan salah satu pura Hindu yang tersuci di pulau Lombok. Dengan mata air dan kolam yan gpenuh dengan ikan terdapat hutan lindung dan sungai dengan mata air yang menyegarkan badan.

Narmada
Terletak 15 menit dari kota mataram, dan merupakan replika dari Gunung Rinjani dan Segara Anak.
Ampenan, Mataram dan Cakranegara
Adalah 3 kota yang berdekatan dan merupakan pusat perdagangan dan administrasi di pulau lombok.

Gerabah dan kerajinan lainnya
Gerabah lombok telah di kenal di seluruh dunia, gerabah lombok ini di produksi di desa Banyu Mulek, Penujak dan Masbagik. Gerabah ini telah dibuat ber abad abad dengan cara tradisional yang pengerjaanya hanya di kerjakan oleh wanita, gerabah ini dibentuk tanpa bantuan alat. Lombok Juga tekenal dengan pengrajin tenun dengan Kualitas bagus. Desa yang banyak penghasil tenun ini adalah sukarara dan Pringgasela . Lombok juga di kenal dengan kerajanan tangan dari bambu yang dapat di jumpai hampir di semua desa.
Rambitan dan Sade
Rambitan dan sade, adalah merupakan desa Adat Sasak dan di bangun kurang lebih pada abad ke 14, tamu tamu yang bekunjung di desa ini biasanya untuk menikmati keunikan bentuk dan material yang di gunakan untuk membangun. Disamping itu Rambitan dan Sadejuga merupakan cikal bakal dari budaya yang ada di lombok.

Gili Nanggu
Gili Nanggu atau biasa di sebut " New Paradise" yang ada di pulau lombok adalah Gili yang terletak di selatan barat pulau lombok, pulau kecil dengan keindahan pasir pantai, pemandangan bawah laut dan ikannya yang beranekan ragam.

MORE INFORMATION

CV. RINJANI CLUB Tour & Travel Service

Jl. Raya Senggigi Km. 08, Senggigi 83355, lombok indonesia

Tel: +62 370 693 202, Fax: +62 370 693 860, Mobile/SMS: +62 81 7573 0415

Email: anaklombok@gmail.com

Supported by:

RINJANI TREKKING CLUB

NO ROAD EXPEDITION - AUSTRALIA

Tiga Pulau Indah di Tengah Lautan Lombok
(Triple Beautiful Island in Lombok, They are
Gili Air, Gili Meno and Gili Terawangan)

Di antara sekian banyak objek wisata bahari yang berada di Lombok, tampaknya wisatawan takkan melewatkan kawasan pantai barat Lombok. Selain Pantai Senggigi yang terkenal, ada pula tiga pulau di tengah lautan (yang di sebut dengan nama gili) yang menjadi tempat favorit bagi wisatawan mancanegara dan nusantara untuk berakhir pekan.

Pulau-pulau kecil itu bernama Gili Trawangan, Gili Air, serta Gili Meno. Ketiga pulau itu seakan mampu mewakili potret keindahan pantai-pantai di Lombok. Semuanya menyajikan kebeningan air laut, butiran pasir putih tanpa serakan sampah, serta terumbu karang dengan ikan hias yang menggemaskan.







Jarak tempuh menuju ketiga pulau itu paling lama menghabiskan waktu 30 menit, bergantung pada besar tidaknya arus ombak. Panorama alam langsung memukau. Air laut yang asin seakan tersekat oleh warna biru tua, biru muda sampai hijau muda. Saking jernihnya air, dasar lautnya pun terlihat bernas.

KETIGA pulau mungil yang berada di tengah lautan itu memiliki perbedaan karakteristik yang unik. Masing-masing punya suasana alam dan ciri khas tersendiri. Bahkan, akhirnya perbedaan itu seakan memilah wisatawan sesuai dengan minat, sifat, dan kepribadiannya.

Gili Trawangan merupakan pulau terbesar, teramai sekaligus terjauh dari pulau utama Lombok. Kebanyakan wisatawan yang mengunjunginya terdiri dari orang-orang yang berjiwa muda dan penuh semangat. Di musim liburan, hampir sepanjang malam diadakan pesta yang hingar bingar dengan alunan musik.

Bagi wisatawan yang hanya ingin merasakan suasana pantai tanpa mau berbasah-basah, bisa bersantai di beranda hotel, kafe, dan restoran yang tertata apik. Bahkan, kalau berminat, Anda bisa menyewa kereta kuda cidomo untuk mengelilingi seluruh Pulau Gili Trawangan.

Sementara itu, Gili Meno yang terletak di tengah-tengah antara Gili Trawangan dan Gili Air, lebih sesuai bagi wisatawan yang mengidamkan relaksasi di tengah kesunyian. Pengunjung benar-benar disuguhi nuansa alami pantai tropis yang tenang. Pepohonan bakau masih terlihat merimpun di sepanjang pesisir pantainya.

Lain lagi dengan suasana yang tercipta di Gili Air. Pulau yang terdekat dari Lombok ini lebih sesuai bagi wisatawan yang berlibur bersama keluarga. Dihuni penduduk lokal paling banyak, pulau ini lebih menawarkan suasana pantai yang tidak ramai namun tidak terlalu sepi.

Meskipun berada di tengah lautan, para wisatawan tak usah cemas memikirkan transportasi, akomodasi maupun urusan perut. Semua fasilitas wisata tersedia lengkap. Masing-masing pulau memiliki hotel, restoran, diskotek sampai tempat ibadah sekalipun. Semua kemudahan itu menjamin kenyamanan liburan yang menyenangkan.

Sepanjang waktu, para wisatawan bisa sepuasnya menikmati udara khas pantai tropis yang panas. Pada pagi dan sore hari wisatawan berjalan dengan kaki telanjang di hamparan pasir putih yang teramat lembut dan bersih atau duduk bertengger di akar pohon bakau yang menjuntai ke laut.

Yang tak boleh terlewatkan adalah berjemur di pinggir pantai, berenang, dan snorkeling. Di pantai landai yang berombak tenang itu, wisatawan bisa menguak misteri kehidupan biota laut dengan aman. Meskipun di beberapa tempat terumbu karangnya rusak, tak pelak menyisakan sisi keindahan.

Berbagai jenis ikan laut sering terlihat berenang secara bergerombol. Bergerak lincah di antara bebatuan, terumbu karang, dan rumput laut. Sementara itu, ikan hias mungil yang beraneka warna sering kali mengelilingi bahkan menciumi wajah wisatawan yang tengah asyik snorkeling.




















MORE INFORMATION

CV. RINJANI CLUB Tour & Travel Service

Jl. Raya Senggigi Km. 08, Senggigi 83355, lombok indonesia

Tel: +62 370 693 202, Fax: +62 370 693 860, Mobile/SMS: +62 81 7573 0415

Email: anaklombok@gmail.com

Supported by:

RINJANI TREKKING CLUB

NO ROAD EXPEDITION - AUSTRALIA

Visit Indonesia 2008

Lombok Island is ready to support for Visit Indonesia 2008 Program.

Monday, November 12, 2007

Kerajaan Lombok

Tantangan terberat dalam menulis sejarah suatu kerajaan adalah terbatasnya data atau informasi yang tersedia. Data berkenaan dengan Kerajaan Lombok juga sangat minim, hanya mampu untuk menunjukkan bahwa kerajaan ini benar-benar ada. Tapi, bagaimana informasi lebih lanjut, data sejarah belum bisa mengungkapkannya. Di antara sumber sejarah yang bisa digunakan adalah Babad Lombok.

Menurut Babad Lombok, kerajaan tertua di pulau Lombok bernama Kerajaan Laeq. Tapi, sumber lain, yaitu Babad Suwung menyatakan bahwa, kerajaan tertua adalah Kerajaan Suwung yang dibangun dan diperintah oleh Raja Betara Indera. Setelah Kerajaan Suwung ini surut, baru muncul Kerajaan Lombok. Mana yang benar, Laeq atau Suwung yang muncul lebih dulu? Semuanya masih dalam perdebatan.

Secara selintas, urutan berdirinya kerajaan-kerajaan di daerah ini bisa dirunut sebagai berikut, dengan catatan, ini bukan satu-satunya versi yang berkembang. Pada awalnya, kerajaan yang berdiri adalah Laeq. Diperkirakan, posisinya berada di kecamatan Sambalia, Lombok Timur. Dalam perkembangannya, kemudian terjadi migrasi, masyarakat Laeq berpindah dan membangun sebuah kerajaan baru, yaitu Kerajaan Pamatan, di Aikmel, desa Sembalun sekarang. Lokasi desa ini berdekatan dengan Gunung Rinjani. Suatu ketika, Gunung Rinjani meletus, menghancurkan desa dan kerajaan yang berada di sekitarnya. Para penduduk menyebar menyelamatkan diri ke wilayah aman. Perpindahan tersebut menandai berakhirnya Kerajaan Pamatan.

Setelah Pamatan berakhir, muncullah Kerajaan Suwung yang didirikan oleh Batara Indera. Lokasi kerajaan ini terletak di daerah Perigi saat ini. Setelah Kerajaan Suwung berakhir, barulah kemudian muncul Kerajaan Lombok. Seiring perjalanan sejarah, Kerajaan Lombok kemudian mengalami kehancuran akibat serangan tentara Majapahit pada tahun 1357 M. Raden Maspahit, penguasa Kerajaan Lombok melarikan diri ke dalam hutan. Ketika tentara Majapahit kembali ke Jawa, Raden Maspahit keluar dari hutan dan mendirikan kerajaan baru dengan nama Batu Parang. Dalam perkembangannya, kerajaan ini kemudian lebih dikenal dengan nama Selaparang.

Berkaitan dengan Selaparang, kerajaan ini terbagi dalam dua periode: pertama, periode Hindu yang berlangsung dari abad ke-13 M, dan berakhir akibat ekspedisi Kerajaan Majapahit pada tahun 1357 M; dan kedua, periode Islam, berlangsung dari abad ke-16 M, dan berakhir pada abad ke-18 (1740 M), setelah ditaklukkan oleh pasukan gabungan Kerajaan Karang Asem, Bali dan Banjar Getas.

Uraian di atas setidaknya bisa menunjukkan bahwa, kerajaan-kerajaan tersebut benar-benar ada, pernah berdiri, berkembang kemudian runtuh. Bagaimana informasi selanjutnya, seperti kehidupan sosial budaya masyarakat awam dan keluarga istana saat itu? data sejarah yang ada belum banyak mengungkap fakta tersebut.

Menurut Lalu Djelenga, catatan sejarah yang lebih berarti mengenai kerajaan-kerajaan di Lombok dimulai dari masuknya ekspedisi Majapahit tahun 1343 M, di bawah pimpinan Mpu Nala. Ekspedisi Mpu Nala ini dikirim oleh Gajah Mada sebagai bagian dari usahanya untuk mempersatukan seluruh nusantara di bawah bendera Majapahit. Pada tahun 1352 M, Gajah Mada datang ke Lombok untuk melihat sendiri perkembangan daerah taklukannya.

Menurut Djelenga, ekspedisi Majapahit ini meninggalkan jejak Kerajaan Gelgel di Bali. Sedangkan di Lombok, berdiri empat kerajaan utama yang saling bersaudara, yaitu: Kerajaan Bayan di barat, Kerajaan Selaparang di Timur, Kerajaan Langko di tengah, dan Kerajaan Pejanggik di selatan. Selain keempat kerajaan tersebut, terdapat beberapa kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong Samarkaton serta beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan, dan Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini takluk di bawah Majapahit. Ketika Majapahit runtuh, kerajaan dan desa-desa ini kemudian menjadi wilayah yang merdeka.

Di antara kerajaan dan desa-desa di atas, yang paling terkemuka dan paling terkenal adalah Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok. Pusat kerajaan ini terletak di Teluk Lombok yang strategis, sangat indah dengan sumber air tawar yang banyak. Posisi strategis dan banyaknya sumbe air menyebabkannya banyak dikunjungi pedagang dari berbagai negeri, seperti Palembang,Banten, Gresik, dan Sulawesi. Berkat perdagangan yang ramai, maka Kerajaan Lombok berkembang dengan cepat.

b. Islam di Lombok

Ketika Raja Lombok Prabu Mumbul meninggal dunia, ia digantikan oleh Prabu Rangkesari. Di masa pemerintahan Rangkesari ini, putera Sunan Ratu Giri yang bernama Pangeran Prapen datang ke Kerajaan Lombok untuk melakukan Islamisasi. Berdasarkan Babad Lombok, Islamisasi ini merupakan upaya Raden Paku (Sunan Ratu Giri) dari Gresik untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara.

Pangeran Prapen melakukan Islamisasi di Lombok dengan kekuatan senjata. Setelah orang-orang Lombok masuk Islam, ia kemudian meneruskan upaya Islamisasi ke Bima dan Sumbawa. Sepeninggal Pangeran Prapen, masyarakat Lombok kembali ke agama asal, paganisme. Hal ini disebabkan kaum perempuan Lombok banyak yang belum memeluk Islam, sehingga berhasil mempengaruhi keluarganya agar kembali ke agama asal.

Setelah berhasil mendapatkan kemenangan di Sumbawa dan Bima, Pangeran Prapen kembali ke Lombok. Dengan bantuan Raden Sumuliya dan Raden Salut, Pangeran Prapen kemudian menyusun gerakan dakwah baru untuk mengislamkan Lombok dan berhasil mencapai kesuksesan. Seluruh pulau Lombok berhasil diislamkan, kecuali di beberapa tempat. Masyarakat yang menolak masuk Islam kemudian menyingkir ke gunung-gunung, atau menjadi orang taklukan.

Selain Islamisasi, peristiwa besar lainnya yang terjadi di masa pemerintahan Prabu Rangkesari adalah pemindahan ibukota kerajaan, dari Labuhan ke desa Selaparang. Pemindahan ibukota ini merupakan inisiatif Patih Banda Yuda dan Patih Singa Yuda, dengan alasan, letak desa Selaparang lebih strategis dan aman dibanding Labuhan. Dengan berpindahnya Kerajaan Lombok ke Selaparang, maka, kemudian kerajaan ini juga dikenal dengan nama Kerajaan Selaparang.

Dalam uraian sebelumnya dikemukakan bahwa, Kerajaan Selaparang terbagi dua periode yaitu (1) periode Hindu dan, (2) periode Islam. Tampaknya, yang dimaksud dengan periode kedua Kerajaan Selaparang (periode Islam) adalah Kerajaan Lombok yang memindahkan ibukota ke Selaparang, sehingga disebut Kerajaan Selaparang.

Kerajaan Lombok atau Selaparang ini terus berkembang, sehingga Kerajaan Gelgel di Bali merasa mendapat saingan. Karena itu, Gelgel yang merasa sebagai pewaris kebesaran Majapahit kemudian menyerang Lombok (Selaparang) pada tahun 1520 M. Namun, serangan ini berhasil digagalkan oleh Selaparang. Dalam perkembangannya, Kerajaan Gelgel sendiri kemudian juga mengalami kemunduran.

c. Kedatangan Penjajah Belanda

Belanda telah datang dan berhasil menundukkan banyak kerajaan di nusantara. Watak imperialisme Belanda yang ingin menguasai seluruh jalur perdagangan di nusantara telah menimbulkan kemarahan Kerajaan Gowa di Sulawesi. Jalur perdagangan di utara telah dikuasai oleh Belanda. Untuk mencegah jatuhnya jalur selatan, kemudian Gowa berinisiatif menutup jalur selatan dengan menguasai Pulau Sumbawa dan Selaparang. Kedatangan penjajah Eropa juga membawa misi kristenisasi, karena itu, Gowa kemudian menaklukkan Flores Barat dan mendirikan Kerajaan Manggarai untuk mencegah kristenisasi tersebut.

Ekspansi Gowa menimbulkan kekhawatiran Gelgel. Untuk mencegah agar Gelgel tidak dimanfaatkan Belanda, maka Gowa kemudian mengadakan perjanjian dengan Gelgel tahun 1624 M, yang disebut Perjanjian Sagining. Dalam perjanjian diatur, Gelgel tidak akan mengadakan perjanjian kerjasama dengan Belanda, sementara Gowa akan melepaskan kekuasaannya atas Selaparang. Perjanjian ini tidak berlangsung lama, karena masing-masing pihak melanggar isi perjanjian tersebut.

Untuk mengimbangi Gelgel yang bekerjasama dengan Belanda, kemudian Gowa bekerjasama dengan Mataram di Jawa. Selanjutnya, dalam usaha untuk memperebutkan hegemoni, akhirnya pecah peperangan antara Gowa dan Belanda di Lombok. Dalam perang tersebut, Gowa mengalami kekalahan, hingga terpaksa menandatangani perjanjian dengan Belanda di Bungaya. Bungaya merupakan sebuah tempat yang terletak dekat pusat Kerajaan Gelgel di Klungkung, Bali, dan merupakan simbol dari dekatnya hubungan antara Gelgel dengan Belanda.

Konsekwensi kekalahan Gowa dari Belanda adalah, Gowa harus melepaskan seluruh daerah kekuasaannya di Lombok, Sumbawa dan Bima. Memanfaatkan kekosongan Gowa tersebut, Gelgel kembali mencoba menaklukkan Selaparang, namun selalu menemui kegagalan.

Walaupun Selaparang telah berhasil mengalahkan Gelgel, namun, wilayah kerajaan ini belum sepenuhnya aman dari ancaman eksternal. Dalam perkembangannya, kemudian berdiri dua kerajaan baru pada tahun 1622 M, yaitu Kerajaan Pagutan dan Pagesangan. Untuk mengantisipasi ancaman, kemudian Selaparang menempatkan sepasukan kecil tentara untuk menjaga perbatasan di bawah pimpinan Patinglaga Deneq Wirabangsa.

Ternyata, kehancuran Selaparang bukan karena serangan dua kerajaan kecil ini, tapi akibat serangan ekspedisi tentara Kerajaan Karang Asem tahun 1672 M. Pusat Kerajaan Selaparang rata dengan tanah, sementara keluarga kerajaan semuanya terbunuh. Sejak saat itu, Kerajaan Karang Asem menjadi penguasa tunggal di Lombok.

2. Silsilah

(Dalam proses pengumpulan data)

3. Periode Pemerintahan

(Dalam proses pengumpulan data)

4. Wilayah Kekuasaan

Wilayah kekuasaan kerajaan ini tidak terlalu luas. Pulau Lombok yang tidak terlalu besar, harus ia bagi dengan kerajaan lain yang muncul di kawasan itu.

5. Struktur Pemerintahan

(Dalam proses pengumpulan data)

6. Kehidupan Sosial Budaya

Di masa Prabu Rangkesari, Lombok (Selaparang) mencapai masa kejayaannya. Saat itu, kehidupan budaya berkembang pesat. Para cerdik pandai dari Selaparang menguasai dengan baik bahasa Kawi, bahasa yang berkembang di nusantara ketika itu. Berkat kemajuan dalam dunia sastra tersebut, akhirnya, para cendekiawan Selaparang berhasil menciptakan aksara baru, yaitu aksara Sasak yang disebut Jejawen.

Dengan bekal pengetahuan bahasa Kawi, Sasak dan aksara Sasak, para sastrawan Selaparang banyak mengarang, menggubah, mengadaptasi, atau menyalin sastra Jawa kuno ke dalam lontar-lontar Sasak. Di antara lontar-lontar tersebut adalah Kotamgama, Lapel Adam, Menak Berji dan Rengganis. Selain itu, para pujangga juga banyak menyalin dan mengadaptasi ajaran sufi para walisongo. Salinan dan adaptasi tersebut tampak dalam lontar-lontar yang berjudul Jatiswara, Lontar Nursada dan Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat Melayu pun banyak yang disalin dan diadaptasi, seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir Hamzah dan Hikayat Sidik Anak Yatim.

Kajian yang lebih mendalam terhadap lontar-lontar tersebut akan mampu mengungkap kondisi sosial, budaya dan politik masyarakat Lombok pada saat itu. Dalam bidang sosial politik misalnya, Lontar Kotamgama menggariskan sifat dan sikap seorang pemimpin, yakni Danta, Danti, Kusuma, dan Warsa. Danta berarti gading gajah, artinya, apabila dikeluarkan, tidak mungkin dimasukkan lagi; Danti berarti ludah, artinya, apabila sudah dilontarkan ke tanah, tidak mungkin dijilat lagi; Kusuma berarti kembang, artinya, bunga yang sama tidak mungkin mekar dua kali; Warsa artinya hujan, artinya, apabila telah jatuh ke bumi, tidak mungkin naik kembali menjadi awan. Itulah sebabnya, seorang raja atau pemimpin hendaknya berhati-hati dalam setiap tindakan, agar tidak melakukan banyak kesalahan.

Demikianlah, Kerajaan Selaparang muncul, berkembang kemudian runtuh. Walaupun demikian, sisa-sisa peradaban tulis yang ditinggalkannya menunjukkan bahwa, kehidupan budaya di negeri ini cukup semarak dan berkembang.










Saturday, June 09, 2007

Wetu Telu, Kearifan Tradisional di Lereng Utara Rinjani

Menginjakkan kaki di Pulau Lombok takkan lengkap rasanya jika sekedar mendaki Gunung Rinjani, observasi budaya etnis Sasak menjadi cara tercepat untuk benar-benar memahami budaya asli penduduk P. Lombok. Kegiatan 29 Bali Lombok Adventure Team IMPALA UNIBRAW yang dilaksanakan pada tanggal 12-21 Agustus 2006 selain Arung Jeram Sungai Ayung dan Unda di Bali, Pendakian Gunung Rinjani (3726 mdpl) juga disertai kegiatan observasi masyarakat tradisional Sasak penganut Wetu Telu.

Orang Sasak asli (original) yaitu etnis yang mendominasi P. Lombok bermukim di Bayan Kabupaten Lombok Barat atau biasa disebut orang Dayan Gunung (utara G. Rinjani). Kecamatan Bayan seluas 356,75 Km2 dengan jumlah penduduk 42.741 jiwa berjarak 80 Km (3 jam) dari Mataram. Apabila melakukan pendakian ke G. Rinjani melalui jalur Senaru akan melewati Kecamatan Bayan. Dalam kecamatan tersebut ada suatu wilayah yang disebut sebagai “Bayan Beleq” (dalam bahasa Sasak, Beleq = besar), dimana wilayah tersebut memiliki institusi penting berupa cagar budaya Masjid Kuno Wetu Telu.

Observasi pertama, kami pergi ke Masjid Adat Wetu Telu, sebuah Masjid dengan nilai historis yang sangat tinggi sebagai bukti awal berkembangnya agama Islam di Pulau Lombok. Dengan ramah Juru Kunci Masjid tersebut menerima kami, namun sayang hari itu kami dilarang masuk kedalam masjid. Masjid Adat ini memang hanya dibuka saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Sholat Mayit, dan Lebaran Topat (Idul Fitri) dan Haji (Idul Adha).

Untuk masuk kedalam masjid tersebut kita juga tidak dapat sembarang berpakaian, harus menggunakan pakaian adat berupa sarung putih dan kemeja putih. Masjid yang dindingnya terdiri dari anyaman bambu dan sama sekali tidak menggunakan paku ini dibangun pada abad 17. Masjid Kuno Wetu Telu mempunyai kompleks pemakaman leluhur yang dikeramatkan.

Makam-makam tersebut dinaungi rumah bambu dan beratap jerami (sirap) layaknya rumah adat. Salah satu leluhur yang dimakamkan di Masjid kuno ini adalah Lebai Antasalam yaitu salah satu penyebar agama Islam pertama di P. Lombok. Konon Lebai Antasalam lenyap secara misterius ketika melakukan sholat di masjid Kuno sehingga tempat ia lenyap ditandai dengan sebuah batu.

Masyarakat seringkali menafsirkan bahwa Wetu Telu adalah salah satu ajaran Islam yang dianut sebagian masyarakat Sasak. Umumnya orang Bayan menyangkal disebut sebagai penganut Islam Wetu Telu, karena sering disalah artikan bahwa Wetu berarti waktu, Telu sebagai tiga dan memaknainya sebagai keseluruhan ibadah dalam agama Islam. Kuatnya arus pelurusan Islam secara syariah membuat mereka semakin menutup diri pada kebudayaan Wetu Telu, hal tersebut dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan keterangan tentang apa sebenarnya ajaran Wetu Telu hanya seorang Pemangku Adat yang berhak angkat bicara.

Pemangku Adat menjelaskan pada kami bahwa Kebudayaan Wetu Telu yang diwariskan oleh leluhur mereka adalah nilai-nilai tradisi dalam menata hidup agar selalu mendapatkan keselamatan. Kebudayaan Wetu Telu memang masih banyak dipengaruhi oleh ajaran Hindu Bali yang sebelumnya menduduki P.Lombok. Makna sederhana Wetu Telu adalah budaya nenek moyang yang mengajarkan kepercayaan bahwa proses kehidupan di alam ini tidak terlepas dari tiga hal utama yaitu melahirkan (manganak), bertelur (menteluk) dan berbiji (mentiuk). Orang Bayan Wetu Telu memiliki konsep kosmologi dan pemikiran tersendiri tentang dunianya dimana manusia harus melestarikan Sumber Daya Alam sebagai bentuk ketergantungan kehidupan.

Tiga sistem reproduksi tersebut digambarkan didalam Masjid Kuno Bayan dalam sebuah patung kayu atau disebut Paksi Bayan. Permukaan Paksi Bayan terdapat pahatan Kijang yang malambangkan kelahiran; padi, kapas dan kelapa melambangkan perkembangbiakan dari biji dan pahatan unggas yang melambangkan perkembangbiakan dari telur. Ukuran dinding bangunan hanya 125 cm, dapat kita bayangkan bahwa untuk masuk dalam masjid kita tidak mungkin dapat berdiri tegap, melainkan harus merunduk. Pemangku adat Bayan Timur menjelaskan pada penulis bahwa esensi dari rendahnya bangunan masjid ini adalah untuk memberikan penghormatan pada bangunan suci, sehingga manusia sebagai makhluk yang rendah harus merunduk (menghormat).

Pada bagian atas masjid juga terdapat hiasan kayu yang berbentuk Ikan dan Burung. Juru Kunci Masjid menjelaskan pada kami bahwa Ikan melambangkan dunia bawah, maksudnya kehidupan duniawi. Sedangkan burung adalah binatang yang terbang melambangkan dunia atas, yaitu kehidupan manusia di akhirat. Sehingga manusia hendaknya selalu menjaga keseimbangan antara kehiduan dunia dan di akhirat.

Budaya Wetu Telu mengatur kehidupan orang Bayan dalam bertindak tanduk. Mereka mempercayai bahwa dalam hidup manusia bersiklus melalui dilahirkan, beranak pinak lalu mati. Siklus tersebut harus ditandai dengan proses ritual dalam mencapai status yang lebih tinggi untuk menghindarkan individu dari gangguan-gangguan dalam hidup.

Memasuki wilayah Bayan Beleq yang terdiri dari dusun Bayan Timur, Bayan Barat, Karang Salah dan Karang Bajo sangat menarik. Khususnya di dusun Karang Bajo, sebagian besar penduduknya tinggal dirumah adat Sasak yang berdinding bambu, tanpa ventilasi jendela dan pintu hanya setinggi 1 meter. Umumnya di tiap rumah memiliki sebuah Berugak yaitu bangunan setinggi 0,5 meter dari permukaan tanah beratap rumbai dan disangga dengan enam (sakanem) atau empat (sakepat) tonggak. Berugak ini berfungsi untuk menerima tamu, atau upacara tertentu. Kami mengunjungi rumah Kepala Desa Bayan yang berugaknya sudah modern, memakai atap seng. Yang menarik semua berugak di Bayan menghadap kearah yang sama yaitu arah selatan, setelah kami gali ternyata orang Sasak percaya bahwa angin yang bertiup di Lombok sering datang dari arah Selatan.

Penganut Wetu Telu ini ini percaya bahwa sangat tabu melupakan para leluhur karena akan ada bencana yang akan mereka alami seperti sakit, kematian, atau bencana alam. Sehingga hal ini mendorong mereka untuk tetap memelihara warisan leluhur, seperti rumah, tanah maupun benda pusaka lainnya. Mereka mendokumentasikan garis silsilah keluarga pada lembaran lontar dengan huruf Jawa Kuno yang hanya boleh dibaca oleh tokoh adat dan hanya dibacakan pada saat-saat tertentu.

Mereka sangat percaya adanya kehidupan lain yang menempati alam ini selain manusia. Sehingga mereka melaksanakan ritual “meminta ijin” ketika akan memanfaatkan air sungai sebagai irigasi yang biasa disebut selametan subak ataupun membangar apabila akan bercocok tanam yang bertujuan untuk meminta ijin menggunakan tempat-tempat yang diyakini dikuasai oleh makhluk lain tersebut. Upacara tersebut dilakukan di tepi sungai, secara tidak langsung adanya upacara ini berdampak positif dalam memelihara ikatan antar pengguna air sungai (subak).

Upacara –upacara yang dilakukan dalam rangka kegiatan bertani sangat banyak, mengingat 90% mata pencaharian masyarakat Bayan adalah petani. Umumnya ritual Siklus Padi (Adat Bonga Padi) dilaksanakan secara besar-besaran. Masyarakat Wetu Telu di Bayan berharap dengan melakukan ritual-ritual dalam bertani akan membawa hasil panen yang berlimpah. Pada musim bercocok tanam mereka melaksanakan ngaji makam turun bibit, pada saat panen dilakukan ngaji makam ngaturang ulak kaya. Saat melakukan pemupukan ataupun pemberantasan hama mereka melakukan ngaji makam tunas setamba. Upacara tersebut dilakukan di dalam kampu penghulu berisi ritual mengosap yaitu membersihkan makam leluhur, mas doa yaitu mengumpulkan berkah arwah leluhur, menyembek menerima berkah arwah leluhur. Selain itu secara individu mereka menyelenggarakan rowah sambi sebelum menyimpan padi dalam lumbung yang biasa disebut sambi. Upacara ini bertujuan agar padi yang mereka simpan dalam Sambi akan cukup untuk konsumsi sehari-hari. Sambi ini juga sebagai identitas sosial, dimana semakin banyak memiliki Sambi maka semakin tinggi status sosialnya.

Kepemimpinan tradisional sangat melekat dalam kehidupan masyarakat Wetu Telu. Pimpinan adapt tertinggi dipegang oleh seorang Pemangku yang tinggal dalam sebuah Kampu yaitu sebuah kompleks pemukiman para tokoh adat mulai jaman dahulu. Tradisi menjaga makam leluhur dan hutan disekitar makam dilakukan seorang Perumbak. Hutan disekitar makam leluhur dianggap keramat sehingga dilarang menebang pohon, bercocok tanam maupun bertempat tinggal disana. Selain itu ada Dewan tetua yang disebut Toaq Lokaq yang terdiri dari anggota-anggota tertua komunitas desa yang sangat paham dengan nilai-nilai tradisi leluhur. Dan ada Penghulu (Kiai) yang bertugas membacakan doa dalam setiap ritual adat.

Masyarakat Wetu Telu di Bayan berpandangan bahwa nilai cultural tanah melebihi nilai ekonomisnya. Mereka benar-benar menjaga tanah situs yaitu tanah dimana semua bangunan suci berada seperti rumah pemakaman keramat, kompleks masjid kuno Wetu Telu, maupun hutan yang terdapat sumber mata air di dalamnya. Mereka melestarikan hutan karena disana terdapat mata air dan sungai kecil yang mengairi sawah-sawah. Hutan tersebut dilindungi dan dinamakan hutan tabu yang tak seorangpun berhak menebang pohon maupun mengusik satwa yang ada di dalamnya. Mereka percaya pada kebendon yaitu kutukan apabila mengusik hutan-hutan itu. Begitu pula dalam mengambil kayu di hutan untuk kepentingan adat sudah ditentukan hari baiknya. Pemotongan kayu untuk memperbaiki Masjid Adat misalnya harus dilakukan pada tahun Alip yang datangnya dalam satu windu (8 tahun) sekali.

Peran aparat pemerintahan khususnya Kepala Desa sangat penting dalam menjaga nilai- nilai kearifan mereka. Seperti dijelaskan Kepala Desa Bayan ketika ditemui di rumahnya daerah Bayan Timur “Masyarakat Bayan memegang tiga sumber hukum dalam kehidupannya yaitu agama, adat dan pemerintah, sehingga tiga elemen ini harus saling mendukung satu sama lain agar sinergis” ujar Bapak 1 putri yang beberapa saat lalu berkunjung ke Malang ini.

Ajaran “Waktu Telu” di Lombok sebenarnya secara formal sudah tidak ada sejak 68, karena waktu itu para tokohnya sudah menyatakan diri untuk meninggalkan ajaran yang selama ini dianutnya, dan menyatu dengan pemeluk agama Islam pada umumnya (Sejarah NTB, 1988, halaman 224). Namun kebudayaan Wetu Telu merupakan warisan leluhur masyarakat Bayan yang melekat pada kondisi sosial budaya mereka, sehingga bukan hal mudah untuk merubah nilai-nilai tersebut. Tanpa bermaksud mendikotomi, hal itu membuktikan bahwa nilai-nilai kearifan mereka membawa dampak positif dalam mempertahankan kondisi lingkungan. Konsistensi bahwa mereka sangat bergantung pada alam menjadikan individu yang bijaksana dalam memanfaatkannya.

* Penulis adalah salah satu Tim 29 Bali Lombok Adventure Team
di ambil dari IMPALAUNIBRAW